September 2015 ratusan hektar lahan di sekitar Desa Muara Merang, Dusun Pancoran, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan terbakar. Asap mengepul mengganggu aktivitas dan kesehatan warga. Ekosistem Lanskap Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) rusak, biota asli terancam akibat lahan hangus, satwa liar terancam punah.
-
Kini enam tahun setelahnya, ekosistem kembali pulih. Restorasi karhutla dilakukan.
-
Warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Restorasi (MPR) memulihkan kawasan hutan konservasi seraya meningkatkan perekonomian dari aktivitas tersebut.
WANAWALA – September 2015 menjadi hari-hari terburuk warga Desa Muara Merang, khususnya Dusun Pancoran, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Ratusan hektar lahan di sekitarnya terbakar, asap mengepul, mengganggu aktivitas dan kesehatan warga. Akibat karhutla, Ekosistem Lanskap Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) rusak, biota asli terancam akibat lahan hangus, satwa liar terancam punah.
Namun kini enam tahun setelahnya, ekosistem kembali pulih setelah warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Restorasi (MPR) memulihkan kawasan hutan konservasi seraya meningkatkan perekonomian dari aktivitas tersebut.
Sahal Abdullah Faqih Suyuti (50) sudah puluhan tahun tinggal di Dusun Pancoran. Karhutla yang terjadi pada 2015 merubah cara pandangnya terhadap lingkungan. Rasa memiliki terhadap hutan konservasi yang berada di sekitar kawasan dusun, semakin meningkat. Dirinya mencari dukungan pihak lain agar bisa melaksanakan upaya restorasi kawasan hutan konservasi tersebut.
Dirinya mengungkapkan, Desa Muara Merang merupakan hutan desa pertama yang mendapatkan izin dari pemerintah pada 2009 lalu. Namun karena upaya yang kurang, pembalakkan liar malah semakin marak. Hingga pada 2013, salah satu lembaga swadaya masyarakat hadir mendukung upaya masyarakat. Meskipun LSM tersebut tidak menuntaskan programnya, hal tersebut menjadi jalan masyarakat mengetahui cara mencari dukungan dana untuk kegiatan restorasi.
“Hingga akhirnya Gerakan Cinta Desa (G-Cinde) dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) datang ke sini, dan mendukung upaya restorasi kami sejak 2014,” ujar Suyuti, Rabu (29/12).
Sebagai warga yang tinggal di sekitar kawasan konsesi milik PT Rimba Hutani Mas (RHM), pemasok bahan baku bagi APP Sinar Mas, warga pun bekerja sama agar bisa mendapatkan dukungan dari perusahaan sejak 2014. Tahun pertama pasca karhutla 2015, warga berhasil merestorasi 25 hektar lahan yang terbakar.
Sekitar 30 warga Dusun Pancoran yang aktif menjadi anggota MPR, dan puluhan lain yang juga terlibat secara tidak langsung untuk restorasi karhutla. Dalam dua tahun terakhir, kelompok MPR Dusun Pancoran mendirikan pusat pembibitan tanaman hasil hutan bukan kayu (HHBK). Setidaknya 1.200 bibit tembesu angin dihasilkan pada 2019 lalu, dan 16.000 bibit di 2021. dan dibeli oleh PT RHM yang telah bekerja sama dengan masyarakat untuk ditanam di kawasan konservasi seluas sembilan hektare.
“Pendapatan dari penjualan bibit tersebut dibagi rata kepada warga yang terlibat aktif dalam pusat pembibitan. Meskipun tidak bisa menjadi pemasukan utama keluarga, setidaknya ibu-ibu yang merawat bibit-bibit ini setiap hari bisa menghasilkan pendapatan untuk menambah penghasilan suaminya,” kata dia.
Kepala Restorasi PT RHM Bambang Abimanyu mengatakan, beberapa kegiatan restorasi yang dilakukan warga bersama pihaknya yakni suksesi alam, eradikasi tanaman kayu di wilayah konservasi, serta melindungi satwa terancam punah yang berhabitat di dalam kawasan konsesi. Setiap harinya, warga menyisir hutan konservasi untuk mencari tanaman kayu yang tumbuh liar di kawasan tersebut dan menggantinya dengan tanaman HHBK.
“Biasanya di hutan konservasi ada tanaman akasia dan eucalyptus yang tumbuh liar, itu biasanya dibawa oleh burung dan angin. Itu tidak boleh, jadi dilakukan eradikasi dengan mengupas bagian batangnya hingga kambium hilang, dan dibiarkan mati. Itu akan membantu suksesi alami lebih cepat dibandingkan hanya menebangnya secara serampangan,” kata Bambang.
Beberapa tanaman yang ditanam setelah melakukan eradikasi yakni tanaman tumi, durian, perpat, jelutung pulai, dan meranti rengas. Sejak 2016, warga telah melakukan eradikasi di lahan seluas 1.700 hektare dan pengayaan di lahan seluas 262 hektare untuk restorasi karhutla.
“Kawasan konservasi di dalam konsesi benar-benar dijaga, dengan kerja sama bersama warga. Warga mendapatkan penghasilan dari bibit yang ditanam dan kami beli, kawasan kami pun terjaga dengan menjaga kawasan konservasi, mencegah karhutla dan pembalakan liar,” kata dia.